"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ORANG
(HUMAN TRAFFICKING) “
![]() | |
don't sell me |
Perdagangan orang bertentangan dengan hak asasi
manusia karena perdagangan orang melalui cara ancaman, pemaksaan, penculikan,
penipuan, kecurangan, kebohongan dan penyalahgunaan kekuasaan serta bertujuan prostitusi,
pornografi, kekerasan atau eksploitasi, kerja paksa, perbudakan atau
praktik-praktik serupa. Jika salah satu cara tersebut di atas terpenuhi, maka
terjadi perdagangan orang yang termasuk sebagai kejahatan yang melanggar hak
asasi manusia.
Korban kejahatan sering kali identik dengan
pihak yang lemah, baik lemah secara fisik, mental, ekonomis, politik maupun
sosial. Kondisi dan situasi korban tersebut dapat merangsang orang atau
kelompok lain melakukan kejahatan terhadap korban untuk dijadikan korban
perdagangan orang.
Usaha menanggulangi kejahatan perdagangan orang
memerlukan sumber daya yang besar dan waktu yang lama, apalagi perdagangan
orang merupakan kejahatan yang transnasional dan terorganisir, sehingga
diperlukan konsilidasi antara unsur-unsur penyelenggara negara dan juga kerja
sama dengan negara-negara lain, agar upaya-upaya penanggulangan perdagangan
orang dapat berjalan dengan efektif maka dengan usaha bersama diupayakan dengan
lahirnya UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang.
Pelaku
tindak pidana perdagangan orang dapat digolongkan menjadi 4 (empat) kelompok,
sebagai berikut :
1. orang perseorangan
yaitu setiap individu/perorangan yang secara langsung bertindak melakukan
perbuatan pidana perdagangan orang;
2. kelompok
yaitu kumpulan 2 (dua) orang atau lebih yang bekerja sama melakukan perbuatan
pidana perdagangan orang;
3. korporasi
yaitu perkumpulan/organisasi yang didirikan dan dapat bertindak sebagai subjek
hukum yang bergerak di bidang usaha yang dalam pelaksanaannya melakukan
penyalahgunaan izin yang diberikan;
4. aparat
yaitu pegawai negeri atau pejabat pemerintah yang diberi wewenang tertentu
namun melakukan penyalahgunaan dari yang seharusnya dilakukan.
Bentuk-bentuk
perdagangan orang yaitu :[1]
1. Pekerja Migran
Pekerja Migran
adalah orang yang bermigrasi dari wilayah kelahirannya ke tempat lain dan
kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka waktu relatif
menetap.
Pekerja Migran
dibagi menjadi 2 (dua) tipe yaitu :
-
Pekerja Migran Internal (dalam negeri)
adalah orang yang bermigrasi dari
tempat asalnya untuk bekerja di tempat lain yang masih termasuk dalam Wilayah
Indonesia, karena perpindahan penduduk umumnya dari desa ke kota (rural-to urban migration), maka pekerja
migran internal seringkali diidentikkan dengan “orang desa yang bekerja di
kota”.
-
Pekerja Migran Internasional (luar
negeri)
adalah mereka yang meninggalkan
tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negara lain. Di Negara Indonesia,
pengertian akan pekerja migrant internasional menunjuk pada Warga Negara
Indonesia yang bekerja di luar negeri atau yang di kenal dengan istilah Tenaga
Kerja Indonesia (TKI).
2. Pekerja Anak
Pekerjaan
terburuk untuk anak menurut UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO
Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk
Pekerjaan Terburuk untuk Anak, antara lain dalam bentuk berikut :
-
Anak-anak yang dilacurkan.
-
Anak-anak yang dipertambangan.
-
Anak-anak yang bekerja sebagai penyelam
mutiara.
-
Anak-anak yang bekerja di sector
konstruksi.
-
Anak-anak yang bekerja di jermal.
-
Anak-anak yang bekerja sebagai pemulung
sampah.
-
Anak-anak yang dilibatkan dalam produksi
dan kegiatan yang menggunakan bahan-bahan peledak.
-
Anak-anak yang bekerja di jalan.
-
Anak-anak yang bekerja sebagai pembantu
rumah tangga.
-
Anak-anak yang bekerja di industri rumah
tangga.
-
Anak-anak yang bekerja di perkebunan.
-
Anak-anak yang bekerja pada penebangan,
pengolahan, dan pengangkutan kayu.
-
Anak-anak yang bekerja pada industri dan
jenis kegiatan yang menggunakan bahan kimia yang berbahaya.
3. Perdagangan Anak Melalui Adopsi
(Pengangkatan Anak)
Prosedur
pengangkatan anak memang dilakukan secara ketat untuk melindungi hak-hak anak
yang diangkat dan mencegah berbagai pelanggaran dan kejahatan seperti
perdagangan anak. Sering terjadi pengangkatan anak menjadi masalah hukum
seperti Kasus Tristan Dowse, korban perdagangan anak melalui pengangkatan anak.
Tristan yang nama aslinya Erwin merupakan salah satu contoh pengangkatan anak
oleh Warga Negara Asing yang disahkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
dan kasus penjualan bayi-bayi ke luar negeri yang dilakukan oleh Rosdiana, yang
hasil penyelidikkan bahwa diduga telah melakukan 60-80 bayi yang semuanya
diserahkan kepada Warga Negara Asing.
4. Pernikahan dan Pengantin Pesanan
Perkawinan
pesanan menjadi perdagangan orang, apabila terjadi eksploitasi baik secara
seksual maupun ekonomi melalui penipuan, penyengsaraan, penahanan dokumen,
sehingga tidak dapat melepaskan diri dari eksploitasi, serta ditutupnya akses informasi
dan komunikasi dengan keluarga.
Ada 2 (dua) bentuk perdagangan
melalui perkawinan yaitu :
-
Perkawinan digunakan sebagai jalan
penipuan untuk mengambil perempuan tersebut dan membawa ke wilayah lain yang
sangat asing, namun sesampai di wilayah tujuan, perempuan tersebut dimasukkan
dalam prostitusi.
-
Perkawinan untuk memasukkan perempuan ke
dalam rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik yang sangat
eksploitatif bentuknya.
5. Implantasi Organ
Di Negara
Indonesia, khususnya Kota Jakarta sudah dinyatakan sebagai kawasan untuk
perdagangan anak dan perempuan. Tahun 2003-2004 ditemukan sedikitnya 80 kasus
perdagangan anak, berkedok adopsi yang melibatkan jaringan dalam negeri. Dalam
beberapa kasus ditemukan adanya bayi yang belakangan diketahui diadopsi untuk
diambil organ tubuhya dan sebgaian besar bayi yang diadopsi tersebut dikirim ke
sejumlah negara, diantaranya ke Singapura, Malaysia, Belanda, Swedia, dan
Prancis.
![]() |
protect me |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar