Selasa, 15 Januari 2013

Perdagangan Orang



"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ORANG
(HUMAN TRAFFICKING) “

don't sell me

Perdagangan orang bertentangan dengan hak asasi manusia karena perdagangan orang melalui cara ancaman, pemaksaan, penculikan, penipuan, kecurangan, kebohongan dan penyalahgunaan kekuasaan serta bertujuan prostitusi, pornografi, kekerasan atau eksploitasi, kerja paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa. Jika salah satu cara tersebut di atas terpenuhi, maka terjadi perdagangan orang yang termasuk sebagai kejahatan yang melanggar hak asasi manusia.

Korban kejahatan sering kali identik dengan pihak yang lemah, baik lemah secara fisik, mental, ekonomis, politik maupun sosial. Kondisi dan situasi korban tersebut dapat merangsang orang atau kelompok lain melakukan kejahatan terhadap korban untuk dijadikan korban perdagangan orang.

Usaha menanggulangi kejahatan perdagangan orang memerlukan sumber daya yang besar dan waktu yang lama, apalagi perdagangan orang merupakan kejahatan yang transnasional dan terorganisir, sehingga diperlukan konsilidasi antara unsur-unsur penyelenggara negara dan juga kerja sama dengan negara-negara lain, agar upaya-upaya penanggulangan perdagangan orang dapat berjalan dengan efektif maka dengan usaha bersama diupayakan dengan lahirnya UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.


Pelaku tindak pidana perdagangan orang dapat digolongkan menjadi 4 (empat) kelompok, sebagai berikut :
1.      orang perseorangan yaitu setiap individu/perorangan yang secara langsung bertindak melakukan perbuatan pidana perdagangan orang;
2.      kelompok yaitu kumpulan 2 (dua) orang atau lebih yang bekerja sama melakukan perbuatan pidana perdagangan orang;
3.      korporasi yaitu perkumpulan/organisasi yang didirikan dan dapat bertindak sebagai subjek hukum yang bergerak di bidang usaha yang dalam pelaksanaannya melakukan penyalahgunaan izin yang diberikan;
4.      aparat yaitu pegawai negeri atau pejabat pemerintah yang diberi wewenang tertentu namun melakukan penyalahgunaan dari yang seharusnya dilakukan.

 
Bentuk-bentuk perdagangan orang yaitu :[1]


1.      Pekerja Migran

Pekerja Migran adalah orang yang bermigrasi dari wilayah kelahirannya ke tempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka waktu relatif menetap.
Pekerja Migran dibagi menjadi 2 (dua) tipe yaitu :
-          Pekerja Migran Internal (dalam negeri)
adalah orang yang bermigrasi dari tempat asalnya untuk bekerja di tempat lain yang masih termasuk dalam Wilayah Indonesia, karena perpindahan penduduk umumnya dari desa ke kota (rural-to urban migration), maka pekerja migran internal seringkali diidentikkan dengan “orang desa yang bekerja di kota”.
-          Pekerja Migran Internasional (luar negeri)
adalah mereka yang meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negara lain. Di Negara Indonesia, pengertian akan pekerja migrant internasional menunjuk pada Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri atau yang di kenal dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

2.      Pekerja Anak

Pekerjaan terburuk untuk anak menurut UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, antara lain dalam bentuk berikut :
-          Anak-anak yang dilacurkan.
-          Anak-anak yang dipertambangan.
-          Anak-anak yang bekerja sebagai penyelam mutiara.
-          Anak-anak yang bekerja di sector konstruksi.
-          Anak-anak yang bekerja di jermal.
-          Anak-anak yang bekerja sebagai pemulung sampah.
-          Anak-anak yang dilibatkan dalam produksi dan kegiatan yang menggunakan bahan-bahan peledak.
-          Anak-anak yang bekerja di jalan.
-          Anak-anak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
-          Anak-anak yang bekerja di industri rumah tangga.
-          Anak-anak yang bekerja di perkebunan.
-          Anak-anak yang bekerja pada penebangan, pengolahan, dan pengangkutan kayu.
-          Anak-anak yang bekerja pada industri dan jenis kegiatan yang menggunakan bahan kimia yang berbahaya.

3.      Perdagangan Anak Melalui Adopsi (Pengangkatan Anak)

Prosedur pengangkatan anak memang dilakukan secara ketat untuk melindungi hak-hak anak yang diangkat dan mencegah berbagai pelanggaran dan kejahatan seperti perdagangan anak. Sering terjadi pengangkatan anak menjadi masalah hukum seperti Kasus Tristan Dowse, korban perdagangan anak melalui pengangkatan anak. Tristan yang nama aslinya Erwin merupakan salah satu contoh pengangkatan anak oleh Warga Negara Asing yang disahkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan kasus penjualan bayi-bayi ke luar negeri yang dilakukan oleh Rosdiana, yang hasil penyelidikkan bahwa diduga telah melakukan 60-80 bayi yang semuanya diserahkan kepada Warga Negara Asing.

4.      Pernikahan dan Pengantin Pesanan

Perkawinan pesanan menjadi perdagangan orang, apabila terjadi eksploitasi baik secara seksual maupun ekonomi melalui penipuan, penyengsaraan, penahanan dokumen, sehingga tidak dapat melepaskan diri dari eksploitasi, serta ditutupnya akses informasi dan komunikasi dengan keluarga.
Ada 2 (dua) bentuk perdagangan melalui perkawinan yaitu :
-          Perkawinan digunakan sebagai jalan penipuan untuk mengambil perempuan tersebut dan membawa ke wilayah lain yang sangat asing, namun sesampai di wilayah tujuan, perempuan tersebut dimasukkan dalam prostitusi.
-          Perkawinan untuk memasukkan perempuan ke dalam rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik yang sangat eksploitatif bentuknya.

5.      Implantasi Organ

Di Negara Indonesia, khususnya Kota Jakarta sudah dinyatakan sebagai kawasan untuk perdagangan anak dan perempuan. Tahun 2003-2004 ditemukan sedikitnya 80 kasus perdagangan anak, berkedok adopsi yang melibatkan jaringan dalam negeri. Dalam beberapa kasus ditemukan adanya bayi yang belakangan diketahui diadopsi untuk diambil organ tubuhya dan sebgaian besar bayi yang diadopsi tersebut dikirim ke sejumlah negara, diantaranya ke Singapura, Malaysia, Belanda, Swedia, dan Prancis.
protect me








[1]  Farhana, Aspek Perdagangan Orang di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), halaman 32-49.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar